Mahasiswa Bisnis Digital Melakukan Kunjungan Ke BPS KEPRI

You are currently viewing Mahasiswa Bisnis Digital Melakukan Kunjungan Ke BPS KEPRI

Ada yang berbeda dari kunjungan Mahasiswa Bisnis Digital kali ini. Jika biasanya kunjungan industri identik dengan paparan satu arah, kunjungan ke Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Riau (KEPRI) justru diwarnai dengan praktik teknis yang intensif.

Mahasiswa tidak hanya datang untuk ‘mendengar’, tapi untuk ‘melakukan’. Fokus utama mereka: belajar menjembatani data mentah menjadi sebuah visualisasi yang informatif menggunakan tool Business Intelligence (BI) modern, Looker Studio.

Menjembatani Kesenjangan Data

Kunjungan ini didasari oleh sebuah observasi tajam dari Himpunan Mahasiswa. Mereka mengidentifikasi adanya kesenjangan yang menarik di kalangan rekan-rekan mereka.

“Hasil observasi kami menemukan fakta menarik: ternyata 50% mahasiswa bisnis digital memahami analisis data dan mengenal tools-nya,” ungkap salah satu perwakilan Hima yang menjadi narasumber kami. “Namun, sebagian besar dari mereka sangat sedikit yang menggunakan data BPS, apalagi mengunjunginya secara langsung.”

Kunjungan ini, menurutnya, dirancang untuk “mengenalkan hulu data”. Sebelum mahasiswa terjun ke data marketplace atau media sosial, mereka perlu memahami di mana data fundamental—data demografi, ekonomi, dan sosial yang konkret—berada. Dan BPS adalah rumahnya.

BPS KEPRI dipilih bukan hanya karena lokasi yang dekat dengan kampus, tetapi juga karena BPS KEPRI sendiri telah mengadopsi Looker Studio untuk visualisasi data mereka, menjadikan mereka mitra yang relevan untuk pelatihan ini.

Metode Brilian: Data Absensi Jadi Studi Kasus

Bagian paling inovatif dari kunjungan ini adalah materi workshop-nya. Alih-alih menggunakan data set yang kompleks seperti inflasi atau PDRB yang mungkin membingungkan pemula, BPS KEPRI dan Hima menggunakan pendekatan yang brilian: data absensi mahasiswa itu sendiri.

“Saat melakukan absensi, data kami seperti nama, umur, pengetahuan kami mengenai BPS, pengetahuan terhadap analisis data, dan tempat wisata tujuan yang ingin kami datangi, dijadikan sebagai data mentah,” jelas narasumber tersebut.

Data yang baru diisi beberapa menit sebelumnya itu langsung “dilempar” ke layar dan diolah bersama-sama. Mahasiswa diajak untuk membersihkan, mengolah, dan memvisualisasikan data mereka sendiri secara real-time.

Suasana di ruangan pun berubah. “Para mahasiswa sangat antusias. Awalnya mereka mungkin merasa bingung, namun ketika sudah dituntun secara perlahan, mereka berhasil menghasilkan dashboard (dasbor) interaktif dari data yang mereka isi sendiri.”

Data Bukan Lagi Momok

Kunjungan ini berhasil mematahkan stigma bahwa statistik dan BPS adalah sesuatu yang kaku dan sulit dijangkau. Output yang diharapkan pun sangat jelas: mahasiswa kini memiliki hard skill baru yang bisa langsung diterapkan.

“Output yang kami harapkan adalah mahasiswa-mahasiswa ini bisa menggunakan tools yang diajarkan untuk dipakai dalam penelitian mereka, serta memudahkan mereka dalam mengerjakan tugas kuliah, dan diharapkan dapat membantu pekerjaan mereka di masa mendatang,” tutup narasumber.

Bagi mahasiswa Bisnis Digital yang mungkin masih merasa “alergi” dengan angka, kunjungan ini memberikan pesan penutup yang kuat:

“Jangan bingung atau pusing ketika melihat kolom dan baris yang dipenuhi data, karena pada kenyataannya data-data itu dapat diolah secara otomatis tanpa kita harus buka tutup kalkulator.”